
11 Juli 2025
Pemerintah Indonesia resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) melalui rapat paripurna DPR RI pada tanggal 10 Juli 2025. Revisi ini mempertegas sanksi hukum terhadap penyalahgunaan dan kebocoran data, seiring meningkatnya jumlah kasus peretasan serta maraknya jual beli data ilegal dalam dua tahun terakhir.
UU PDP yang baru dianggap sebagai terobosan hukum penting dalam era digital, dan diharapkan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital nasional, termasuk perbankan, e-commerce, fintech, dan layanan kesehatan online.
Pokok Perubahan dalam Revisi UU PDP
Revisi UU ini memperluas cakupan perlindungan data pribadi dan menegaskan kewajiban penyelenggara sistem elektronik (PSE). Beberapa poin krusial di antaranya:
🔐 Sanksi Pidana dan Denda:
-
Penjara maksimal 7 tahun bagi pelaku penyalahgunaan data secara komersial tanpa izin
-
Denda administratif maksimal Rp70 miliar bagi korporasi yang lalai menjaga sistem keamanannya
-
Pelanggaran berulang akan dikenai penutupan layanan sementara atau permanen
🔍 Hak Subjek Data:
-
Hak untuk menghapus data pribadi dari sistem (right to be forgotten)
-
Hak untuk mengetahui dan menolak pengolahan data otomatis
-
Hak mendapatkan pemberitahuan jika terjadi kebocoran data
📡 Kewajiban PSE dan Instansi:
-
Wajib memiliki DPO (Data Protection Officer) bersertifikasi
-
Harus melaporkan insiden pelanggaran dalam 72 jam
-
Enkripsi dan audit keamanan wajib diterapkan secara periodik
Kasus-Kasus Pemicu Revisi
Revisi ini dipicu oleh serangkaian kasus besar sepanjang 2024–2025, termasuk:
-
Kebocoran data 15 juta pengguna BPJS Kesehatan
-
Peretasan aplikasi marketplace lokal dengan 7 juta data kartu kredit tersebar di dark web
-
Penjualan data KTP dan NPWP melalui Telegram
Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid, menyatakan:
“Negara tak boleh kalah dari para pelanggar siber. UU ini adalah perisai baru untuk warga di dunia digital.”
Tanggapan Dunia Usaha dan Teknologi
Beberapa pelaku industri menyambut baik regulasi ini, meskipun mengakui adanya tantangan transisi. Startup dan UMKM digital diberi masa adaptasi 12 bulan sebelum penegakan sanksi diberlakukan penuh pada Juli 2026.
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) menyarankan:
-
Sosialisasi menyeluruh bagi pelaku usaha kecil
-
Skema insentif pelatihan dan sertifikasi DPO
-
Dukungan pemerintah untuk penyedia teknologi keamanan siber lokal
Komparasi Internasional
UU PDP versi baru ini dinilai setara dengan GDPR (General Data Protection Regulation) milik Uni Eropa, yang selama ini menjadi standar emas global. Beberapa ahli bahkan menyebut UU PDP Indonesia 2025 lebih progresif dalam pengenaan sanksi korporasi.
Kesimpulan
Dengan revisi UU PDP, Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadi negara digital yang aman, adil, dan menjunjung tinggi hak privasi warganya. Tantangan ke depan adalah implementasi yang tegas namun adil—agar kepercayaan publik tidak hanya dibangun dari hukum, tetapi juga dari keteladanan semua pelaku ekosistem digital.