Tanggal: 5 Juli 2025
Bogor — Di tengah gelombang kecemasan digital dan burnout akademik maupun pekerjaan, kalangan Gen Z Indonesia mulai beralih ke aktivitas mindfulness dan healing yang lebih terstruktur. Salah satu tren yang kini naik daun adalah “Silent Weekend”, program meditasi dan detoks digital selama tiga hari yang diadakan di kawasan Puncak, Bogor.
Diadakan oleh komunitas MindNest Indonesia, program ini menawarkan pengalaman diam total (noble silence), tanpa gadget, tanpa percakapan, tanpa stimulasi digital, dan menggantinya dengan meditasi terpandu, yoga, dan journaling reflektif. Dalam dua bulan terakhir, program ini telah diikuti lebih dari 2.300 peserta, dengan jadwal penuh hingga September 2025.
Konsep “Silent Weekend”: Detoks Jiwa di Tengah Hutan
Berlokasi di villa kayu di ketinggian 1.400 meter dpl, kegiatan dimulai Jumat sore hingga Minggu siang. Agenda utama meliputi:
-
Meditasi 6 sesi/hari: pagi, siang, malam
-
Journaling dengan tema khusus seperti trauma, relasi, dan tujuan hidup
-
Yoga pemulihan dan pernapasan sadar
-
Makanan organik plant-based dan praktik mindful eating
-
Sesi sharing pada hari terakhir (dengan tetap menjaga privasi)
Tidak ada Wi-Fi, kamera, atau komunikasi verbal selama 48 jam penuh. Pakaian serba putih longgar menjadi dress code untuk menciptakan kesan kesetaraan dan kesederhanaan.
Daya Tarik bagi Gen Z
Menurut survei internal MindNest, mayoritas peserta Silent Weekend adalah mahasiswa, content creator, dan karyawan startup berusia 18–29 tahun yang mengaku mengalami:
-
Overstimulasi dari media sosial
-
Kecemasan eksistensial dan imposter syndrome
-
Sulit tidur, sulit fokus, dan kelelahan mental kronis
“Saya nggak tahu ternyata diam itu bisa menyembuhkan,” ujar Aisyah (22), peserta asal Depok. “Selama ini saya terlalu sibuk membentuk citra diri online, sampai lupa suara hati saya sendiri.”
Fasilitator program, Putri Iswara, adalah mantan public relations korporat yang beralih ke dunia mindfulness setelah mengalami burnout berat pada 2020. Ia menyebut diam sebagai cara paling ampuh untuk mendengarkan tubuh dan memeluk luka batin tanpa tergesa-gesa.
Didukung Psikolog dan Akademisi
Program ini mendapat apresiasi dari kalangan akademik dan kesehatan mental. Psikolog klinis dari Universitas Indonesia, Dr. Iqbal Hartawan, menyebut tren ini sebagai penanda bahwa generasi muda mulai menyadari pentingnya “inner hygiene” di tengah tekanan kapitalisme digital.
“Silent retreat ini ibarat puasa untuk pikiran dan emosi. Idealnya dilakukan 2–4 kali setahun untuk reset kesadaran diri,” ujarnya.
MindNest juga berencana menyelenggarakan program serupa untuk remaja sekolah, pasangan suami-istri, dan kalangan lansia dengan pendekatan khusus.
Komersialisasi dengan Etika
Meski tiket program dibanderol mulai dari Rp 1,8 juta – Rp 4 juta, komunitas ini juga menyediakan slot “beasiswa healing” bagi peserta dari keluarga tidak mampu, dengan sistem seleksi esai motivasi dan referensi psikolog.
Selain itu, seluruh hasil penjualan merchandise dan buku jurnal mindfulness akan dialokasikan untuk pembangunan MindNest Sanctuary di daerah Sukabumi, yang akan menjadi pusat terapi dan pelatihan mindfulness terbesar di Asia Tenggara.
Kesimpulan:
Silent Weekend menjadi cermin bahwa diam bukanlah kemunduran, melainkan langkah maju dalam perjalanan memahami diri. Di tengah bising dunia maya dan ekspektasi sosial, Gen Z mulai membuktikan bahwa ketenangan batin kini menjadi kebutuhan baru — dan bahkan tren baru — yang layak dirayakan.